-->

Younose

Ekonomi manajemen, syariah dan bisnis

Contoh Proposal Penelitian Pengaruh keputusan investasi, pendanaan, dividen, serta struktur kepemilikan terhadap nilai perusahaaan



A.                Latar Belakang Masalah
Dalam pendirian perusahaan, tujuan perusahaan adalah memaksimalkan nilai perusahaan. Menurut Taswan dan Soliha (2002), nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan pemilik perusahaan, sebab dengan nilai perusahaan yang tinggi menunjukan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Tujuan perusahaan tersebut dapat dicapai melalui pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen keuangan dengan hati-hati dan tepat, mengingat setiap keputusan keuangan yang diambil akan mempengaruhi keputusan keuangan yang lain sehingga berdampak pada nilai perusahaan (Fama & French, 1998).
Keputusan keuangan dalam sudut pandang manajemen keuangan meliputi keputusan investasi, pendanaan, dan dividen. Suatu kombinasi yang optimal atas ketiganya akan memaksimumkan nilai perusahaan, maka keputusan-keputusan tersebut saling berkaitan satu dengan lainnya, sehingga kita harus memperhatikan dampak bersama dari ketiganya terhadap harga pasar saham perusahaan. Satu ilustrasi tentang sebuah proyek baru yang memerlukan pembiayaan atas investasi, pada gilirannya keputusan pendanaan mempengaruhi keputusan  dividen, hal ini dapat terjadi karena laba ditahan yang digunakan dalam pembiayaan internal merupakan dividen yang tidak diterima oleh pemegang saham. Dalam manajemen keuangan modern sekarang ini fungsi manajer keuangan dapat dibagi menjadi tiga tugas pokok yaitu:
1.      Memutuskan alternatif pembiayaan. Fungsi ini berkaitan dengan pengambilan keputusan didalam memilih alternatif pembiayaan terbaik dari berbagai alternatif sumber dana yang tersedia, sehingga diperoleh suatu kombinasi pembiayaan.
2.      Menetapkan pengalokasian dana. Fungsi yang dijalankan ini mencakup keputusan yang harus dilakukan oleh manajer keuangan didalam menetapkan kombinasi dari harta yang paling baik bagi perusahaan.
3.      Kebijakan pembagian dividen. Kewajiban manajer keuangan didalam menetapkan kebijakan pembagian dividen karena fungsi ini akan mempengaruhi nilai dari perusahaan tersebut, yang akan memberikan gambaran atas kemakmuran para pemilik.
Di dalam menetapkan kebijakan dividen, seorang manajer keuangan menganalisis sampai seberapa jauh pembelanjaan dari dalam perusahaan sendiri yang akan dilakukan oleh perusahaan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini mengingat bahwa hasil operasi yang ditanamkan kembali dalam perusahaan sesungguhnya dana pemilik perusahaan yang tidak dibagikan sebagai dividen. Oleh sebab itu, atas dasar pertimbangan antara risiko dan hasil perlu diputuskan apakah lebih baik hasil operasi tersebut dibagikan saja sebagai dividen ataukah ditanamkan kembali dalam bentuk laba ditahan, yang merupakan sumber dana permanen yang perlu dipertimbangkan pemanfaatannya didalam perluasan dan pengembangan usaha perusahaan. Hasil atas pembelanjaan dari dalam perusahaan sendiri sekurangkurangnya harus sama dengan hasil yang diharapkan oleh para pemilik modal atas hasil operasi yang tidak dibagikan, maka pemilik modal paling tidak dapat menginvestasikan hasil pembagian dividen tersebut dalam investasi tidak berisiko seperti deposito dan dapat menikmati hasil dari investasi tersebut.
Investasi modal merupakan salah satu aspek utama dalam keputusan investasi selain penentuan komposisi aktiva. Keputusan mengenai pengalokasian modal ke dalam usulan-usulan investasi yang manfaatnya akan direalisasikan di masa yang akan datang harus dipertimbangkan dengan cermat dan tepat. Akibat ketidakpastian di masa yang akan datang, manfaat yang akan diperoleh pun menjadi tidak pasti, sehingga usulan-usulan investasi tersebut mengandung suatu risiko. Konsekuensinya, usulan investasi harus dievaluasi dan dihubungkan dengan risiko dan hasil yang diharapkan. Keputusan yang menyangkut investasi akan menentukan sumber dan bentuk dana untuk pembiayaannya.
 Pemilihan mengenai struktur pendanaan merupakan masalah yang menyangkut komposisi dana yang akan digunakan oleh perusahaan. Masalah yang harus dijawab dalam keputusan pendanaan dihubungkan dengan sumber dana adalah apakah sumber internal atau eksternal, besarnya hutang atau modal sendiri, dan bagaimana tipe hutang dan modal yang akan digunakan. Apakah hutang jangka panjang atau hutang jangka pendek. Apakah modal sendiri diperoleh dari laba ditahan atau menerbitkan saham baru. Hal ini menjadi penting karena mengingat struktur pembiayaan akan menentukan cost of capitalyang akan menjadi dasar penentuan required returnyang diinginkan.
Ketiga fungsi pokok manajer keuangan tersebut pada akhirnya hanya mengarah pada satu tujuan yaitu memaksimalkan nilai dari perusahaan bagi pemiliknya. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa nilai perusahaan sangat ditentukan oleh kebijakan keuangan yang menggambarkan komponen pembiayaan dalam struktur keuangan perusahaaan dan juga besarnya dividen yang dibagikan sebagai gambaran kemakmuran para pemiliknya.
Disamping itu melalui laporan penelitian yang telah dilakukan menunjukkan fenomena bahwa investasi, utang, dan dividen memiliki keterkaitan. Penelitian yang dilakukan Hasnawati (2005) mengenai implikasi keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan keputusan dividen terhadap nilai perusahaan, menemukan bahwa keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan keputusan dividen secara parsial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Keputusan dividen secara langsung berpengaruh terhadap nilai perusahaan dan secara tidak langsung keputusan investasi mempengaruhi nilai perusahaan melalui keputusan dividen dan keputusan pendanaan.
Selain ketiga keputusan keuangan tersebut, alternatif yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan perusahaan adalah peningkatan struktur kepemilikan  baik kepemilikan manajerial maupun kepemilikan institusional. Kepemilikan manajerial sangat bermanfaat dimana manajer juga ikut ambil bagian dalam kepemilikan saham perusahaan. Manajer kemudian akan berusaha lebih baik untuk meningkatkan nilai perusahaan sehingga ia pun dapat menikmati sebagian keuntungan yang menjadi bagiannya tersebut. Sedangkan kepemilikan institusional yang berasal dari pihak luar perusahaan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas pengawasan manajer, selain melalui pihak dalam perusahaan. Pengawasan tersebut akan menuntut manajer untuk menjalankan perusahaan dengan mengarahkan kepada tujuan utamanya yaitu memaksimalkan kemakmuran pemegang saham.
Manajer selaku penerima amanah dari pemilik perusahaan seharusnya menentukan kebijakan yang dapat meningkatkan nilai kepentingan pemegang saham yaitu memaksimumkan harga saham perusahaan (Brigham dan Houston, 2001:16). Konflik muncul ketika manajer  bertindak atas namanya, mendelegasikan kekuasaan untuk membuat keputusan kepada manajer. Prinsipal merasa khawatir agen melakukan tindakan yang tidak disukai oleh prinsipal seperti memanfaatkan fasilitas perusahaan secara berlebihan atau membuat keputusan yang penuh risiko misalnya dengan menciptakan utang yang tinggi untuk meningkatkan nilai perusahaan (atas biaya pemilik) dimana tindakan ini disebut moral hazard (Scott, 1997) dalam, Ali (2002). Penyebab konflik lainnya seperti pembuatan keputusan yang berkaitan dengan (1) aktivitas pencarian dana (financing decision) dan (2) pembuatan keputusan yang berkaitan dengan bagaimana dana diperoleh tersebut dan kemana dana tersebut diinvestasikan.
Munculnya konflik  akan menyulitkan pemegang  saham  memonitor pengelola perusahaan, maka asset perusahaan dapat saja digunakan untuk kepentingan pengelola daripada memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Munculnya konflik akan memperbesr agency cost , namun biaya agensi dapat diminimumkan melalui (i) Meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen (insider ownership). Kepemilikan ini akan menyejajarkan kepentingan manajemen dengan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976), (ii) Peningkatan kepemilikan institusi (institusional investor) sebagai pihak yang memonitor agen (Moh’d , et al, 1998). Investor institusional (misalnya perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan oleh institusi lain) dalam suatu perusahaan akan menyebabkan distribusi saham akan lebih menyebar yang nantinya mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen, (iii) Meningkatkan dividen payout ratio yang akan mengurangi free cash flow (Crutley dan Hansen 1989 dalam Faisal, 2005). Alternatif ini menyebabkan perusahaan akan mencari sumber pendanaan yang relevan untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang hasilnya tidak konsisten, maka peneliti ingin meneliti kembali apakah keputusan investasi, pendanaan, dividen, serta struktur kepemilikan berpengaruh terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang go public dari tahun 2012-2014.

B.                Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak keluar batas dari apa yang akan dibahas sesuai dengan judul, ada beberapa batasan masalah penelitian yang akan peneliti lakukan:
1.      Penelitan ini memperoleh data dari Bursa Efek Indonesia dan peneliti memilih perusahaan manufaktur sebagai subyeknya. Data diperoleh dari tahun 2012-2014.
2.      Penelitian ini menggunakan keputusan investasi, keputusan pendanaan, keputusan dividen, dan struktur kepemilikan, sebagai variabel independen. Nilai perusahaan akan digunakan sebagi variabel dependen.

C.                Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1.      Apakah keputusan investasi berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan?
2.      Apakah keputusan pendanaan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan?
3.      Apakah keputusan keputusan dividen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan?
4.      Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan?
5.      Apakah kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan?

D.                Tujuan Penelitian
Penelitian mengenai pengaruh keputusan investasi, keputusan pendanaan, keputusan dividen dan struktur kepemilikan terhadap nilai perusahaan ini memiliki beberapa tujuan yaitu:
1.      Untuk menguji dan menganalisa apakah keputusan Investasi berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
2.      Untuk menguji dan menganalisa apakah keputusan pendanaan berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
3.      Untuk menguji dan menganalisa apakah keputusan dividen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
4.      Untuk menguji dan menganalisa apakah kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahan?
5.      Untuk menguji dan menganalisa apakah kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan?

E.                 Manfaat penelitian
Penelitian  mengenai pengaruh  keputusan  investasi,  keputusan pendanaan, keputusan  dividen dan struktur kepemilikan terhadap  nilai  perusahaan  ini  mempunyai beberapa manfaat antara lain: 
1.        Penelitian  ini  diharapkan  memberikan  kontribusi  bagi  pihak  manajemen dalam  mengambil  keputusan  investasi,  keputusan  pendanaan,  dan kebijakan dividen dalam rangka memaksimalkan nilai perusahaan.
2.        Penelitian ini  juga bermanfaat bagi investor untuk menambah kajian dan   pengetahuan  mengenai  faktor-faktor  yang  berpengaruh  dalam pengambilan keputusan.
3.        Penelitian  ini   diharapkan   dapat   menjadi   bahan   referensi   bagi mahasiswa atau  pembaca  lain  yang  berminat  untuk  membahas  masalah mengenai  keputusan  investasi,  keputusan  pendanaan,  dan  kebijakan dividen, serta menambah pengetahuan bagi yang membacanya.
F.                 Definisi Variabel
Berdasarkan uraian latar belakang, rumusan masalah, tujuan, serta manfaat penelitian, maka berikut ini definisi tiap variabel dalam penelitian ini:
1.      Nilai perusahaan
Meningkatkan   nilai  perusahaan  adalah  tujuan  dari  setiap  perusahaan, karena semakin  tinggi  nilai  perusahaan   maka  akan  diikuti  pula  oleh  tingginya kemakmuran pemegang saham. Nilai perusahaan yang tinggi dapat meningkatkan kemakmuran  bagi  para  pemegang  saham,  sehingga  para  pemegang  saham  akan menginvestasikan modalnya kepada perusahaan tersebut (Tendi Haruman, 2007).
Sujoko dan Soebiantoro (2007) menjelaskan bahwa nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan  perusahaan  yang  sering  dikaitkan  dengan  harga  saham. Nilai perusahaan berperan penting dalam memproyeksikan kinerja perusahaan sehingga dapat  mempengaruhi  investor  dan  calon  investor  terhadap  suatu  perusahaan (Mulianti, 2010 dalam Setiaji, 2011). Nilai perusahaan pada dasarnya diukur dari beberapa aspek, salah satunya adalah  harga  pasar  saham  perusahaan,  karena  harga  pasar  saham  perusahaan mencerminkan  penilaian  investor  atas  keseluruhan  ekuitas  yang  dimiliki (Wahyudi  dan  Pawestri,  2006).  Semakin  tinggi  harga  saham,  maka  nilai perusahaan  dan  kemakmuran  pemegang  saham  juga  akan  meningkat.  Menurut Van Horne (dikutip Diyah dan Erman, 2009). “Value is represented by the maket price  of  the  company’s  common  stock  which  in  turn,  is  a  function  of  firm’s investment,  financing  and  dividend  decision”.  Nilai  perusahaan  dapat direfleksikan  melalui  harga pasar dimana harga pasar  merupakan  barometer dari kinerja  perusahaan. Rika  dan  Ishlahudin  (2008),  mendefinisikan  nilai  perusahaan sebagai  nilai  pasar. Alasannya  karena  nilai  perusahaan  dapat  memberikan kemakmuran  atau  keuntungan  bagi  pemegang  saham  jika  harga  perusahaan meningkat.
Nilai  perusahaan  lazim  diindikasikan  dengan  price  to  book  value (PBR). Price to book value  yang tinggi akan membuat pasar percaya atas prospek perusahaan  kedepan.  Hal  ini  juga  yang  menjadi  keinginan  pemilik  perusahaan, sebab  nilai  perusahaan  yang  tinggi  mengindikasikan  kemakmuran  pemegang saham yang juga tinggi (Soliha dan Taswan, 2002). Mengacu  pada  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Wijaya  dan  Bandi  (2010), nilai  perusahaan  dapat  dikonfirmasi  melalui  Price  Book  Value  (PBV). Hal  ini sejalan  dengan  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Fama  (1978)  yang  dalam penelitiannya menggunakan pendekatan konsep nilai pasar untuk mengukur nilai perusahaan  sampelnya. Nilai  pasar  berbeda  dari  nilai  buku. Jika  nilai  buku merupakan  harga  yang  dicatat  pada  nilai  saham  perusahaan,  maka  nilai  pasar adalah  harga  saham  yang  terjadi  di  pasar  bursa tertentu  yang  terbentuk  oleh permintaan dan penawaran saham oleh para pelaku pasar.
Nilai pasar perusahaan ini merupakan nilai yang diberikan pada bursa kepada manajemen dan perusahaan sebagai  organisasi  yang  terus  tumbuh  (Brigham,  1999).  Nilai  perusahaan merefleksikan profitabilitas perusahaan di  masa depan dan  juga  menggambarkan profitabilitas saat ini (Lee dan Ball, 2003). Berdasarkan  pendekatan  konsep  nilai  pasar  atau  Price  Book  Value tersebut,  harga  saham  dapat  diketahui  berada  diatas  atau  dibawah  nilai bukunya. PBV  yang  tinggi  akan  membuat  investor  yakin  atas  prospek perusahaan  dimasa  mendatang.  Oleh  karena  itu  keberadaan  rasio  PBV  sangat penting  bagi  para  investor  maupun  calon  investor  untuk  menetapkan  keputusan investasi.
2.                  Keputusan Investasi
Keputusan  investasi  merupakan  keputusan  yang  menyangkut pengalokasian dana yang berasal dari dalam maupun dana yang berasal dari luar perusahaan pada berbagai  bentuk investasi (Purnamasari dkk, 2009). Keputusan investasi dapat dikelompokkan kedalam investasi jangka pendek seperti investasi kedalam kas, surat-surat berharga jangka pendek, piutang, dan persediaan maupun investasi jangka panjang dalam bentuk tanah, gedung, kendaraan, mesin, peralatan produksi, dan aktiva tetap lainnya. Investasi  merupakan komitmen atas sejumlah dana  atau  sumber  daya  lainnya  yang  dilakukan  pada  saat  ini,  dengan  tujuan memperoleh  sejumlah  keuntungan  dimasa  yang  akan  datang  (Tandelilin,  2001).
Kegiatan investasi yang dilakukan perusahaan akan menentukan keuntungan yang akan  diperoleh  perusahaan  dimasa  yang  akan  datang.  Menurut  Wahyudi  dan Pawestri  (2006),  nilai  perusahaan  yang  dibentuk  melalui  indikator  nilai  pasar saham  sangat  dipengaruhi  oleh  peluang-peluang  investasi. Fama (1978) mengatakan bahwa nilai perusahaan semata-mata ditentukan oleh suatu keputusan investasi. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa keputusan investasi itu penting, karena untuk mencapai tujuan perusahaan hanya akan dihasilkan melalui kegiatan investasi perusahaan (Hasnawati, 2005). Jenis  pengeluaran  modal  tampaknya  besar  pengaruhnya  terhadap  nilai perusahaan,  karena  jenis  informasi  tersebut  akan  membawa  informasi  tentang pertumbuhan pendapatan  yang diharapkan dimasa yang akan datang (Hasnawati, 2005).  Mc  Connel  dan  Muscarella  (1984)  menguji  gagasan  dalam  kaitannya dengan  tingkat  pengeluaran  research  dan  development  perusahaan.  Ternyata kenaikan dalam pengeluaran modal, relatif terhadap harapan-harapan sebelumnya,  mengakibatkan  kenaikan  return  atas  saham  sekitar  waktu pengumuman,  dan  sebaliknya  return  negative  atas  perusahaan  melakukan penurunan  pengeluaran  modal.  Temuan  ini  membawa  kepada  suatu  hasil  bahwa keputusan  investasi  yang  dilakukan  mengandung  informasi  yang  berisi  sinyalsinyal  akan  prospek  perusahaan  dimasa yang  akan  datang. Myers (1977) memperkenalkan  Investment Opportunity Set (IOS) pada studi yang dilakukan dalam  hubungannya  dengan  keputusan  investasi. IOS memberikan  petunjuk  yang  lebih  luas  dengan  nilai  perusahaan  tergantung  pada pengeluaran  perusahaan  dimasa  yang  akan  datang,  sehingga prospek perusahaan dapat  ditaksir  dari  Investment  Opportunity Set (IOS). Menurut Gaver dan Gaver (1993) dalam Hasnawati (2005), IOS merupakan nilai investasi peru sahaan yang besarnya tergantung  pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan oleh manajemen dimasa mendatang.
Nilai  kesempatan  investasi  merupakan  nilai sekarang  dari  pilihan-pilihan  perusahaan  untuk  membuat  investasi  di  masa mendatang  menurut  Kole  (1991),  dalam  Gaver  dan  Gaver  (1993),  nilai  IOS bergantung  pada  future  discretionary  expenditure  yang  pada  saat  ini  merupakan pilihan-pilihan  investasi  yang  diharapkan  akan  menghasilkan  return  yang  lebih besar dari biaya modal dan dapat menghasilkan keuntungan.
 Karakteristik  perusahaan  yang  mengalami  pertumbuhan  dapat  diukur antara  lain  dengan  peningkatan  penjualan,  pembuatan  produk  baru  atau diversifikasi  produk,  perluasan  pasar,  ekspansi  atau  peningkatan  kapasitas, penambahan  aset,  mengakuisisi  perusahaan  lain,   investasi  jangka  panjang,  dan lain-lain.  Gaver  dan  Gaver  (1993)  juga  menyatakan  bahwa  pilihan  investasi  di masa depan tidak hanya pada projek-projek  yang didanai dari kegiatan riset dan pengembangan,  namun  juga  kemampuan  mengeksploitasi  kesempatan  untuk memperoleh keuntungan.
3.                  Keputusan Pendanaan
Keputusan   pendanaan  dapat  pula  diartikan  sebagai  keputusan  yang menyangkut  struktur  keuangan  perusahaan  (financial  structure).  Struktur keuangan  perusahaan   merupakan   komposisi  dari  keputusan  pendanaan  yang meliputi hutang jangka pendek, hutang jangka panjang dan modal sendiri. Setiap perusahaan  akan  mengharapkan  adanya  struktur  modal  optimal,  yaitu  struktur modal  yang  dapat  memaksimalkan  nilai  perusahaan  (value  of  the  firm)  dan meminimalkan biaya modal (cost of capital).
Menurut  Modigliani  dan  Miller  (1963)  dalam  Haruman  (2007) menyatakan  bahwa  pendanaan  dapat  meningkatkan  nilai  perusahaan. Apabila pendanaan  didanai  melalui  hutang,  peningkatan  tersebut  terjadi  akibat  dari  efek tax deductible. Artinya, perusahaan yang memiliki hutang akan membayar bunga pinjaman  yang  dapat  mengurangi  penghasilan  kena  pajak,  yang  dapat  memberi manfaat  bagi  pemegang  saham.  Selain  itu,  penggunaan  dana  eksternal  akan menambah pendapatan perusahaan yang nantinya akan digunakan untuk  kegiatan investasi yang menguntungkan bagi perusahaan.
4.                  Keputususan dividen
Dividen  merupakan  pembayaran  dari  perusahaan  kepada  para pemegang saham atas keuntungan yang diperolehnya. Kebijakan dividen adalah kebijakan  yang   berhubungan   dengan   pembayaran  dividen  oleh  pihak perusahaan,  berupa  penentuan  besarnya  dividen  yang  dibagikan  dan  besarnya saldo  laba  yang  ditahan  untuk  kepentingan  perusahaan  (Sutrisno,  2001).
Besarnya  dividen  yang  dibagikan  perusahaan ditentukan oleh para pemegang saham pada saat berlangsungnya RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Menurut  Ikatan  Akuntan  Indonesia  (2004)  dalam  PSAK  No.  23 merumuskan  dividen  sebagai  distribusi  laba  kepada  para  pemegang  saham sesuai  dengan  proporsi  mereka  dari  jenis  modal  tertentu.  Laba  bersih perusahaan akan berdampak berupa peningkatan saldo laba (retained  earnings) perusahaan.  apabila  laba  saldo  laba  didistribusikan  kepada  pemegang  saham maka saldo laba akan berkurang sebesar nilai yang didistribusikan tersebut. Kebijakan  dividen  adalah  keputusan  mengenai  apakah  laba  yang diperoleh  perusahaan  akan  dibagikan  kepada  para  pemegang  saham  sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi dimasa  yang  akan  datang. Dalam  kebijakan  dividen  terdapat  trade  off  dan merupakan pilihan yang tidak mudah antara membagikan laba sebagai dividen atau  diinvestasikan  kembali. 
Apabila  perusahaan  memilih  membagikan  laba sebagai  dividen  maka  tingkat  pertumbuhan  akan  berkurang  dan  berdampak negatif  terhadap  saham.  Disisi  lain,  apabila  perusahaan  tidak  membagikan dividen  maka  pasar  akan  memberikan  sinyal  negatif  kepada  prospek perusahaan.  peningkatan  dividen  memberikan  sinyal  perubahan  yang menguntungkan  pada  harapan  manajer  dan  penurunan  dividen  menunjukkan pandangan pesimis prospek perusahaan dimasa yang akan datang (Aharony dan Swary, 1980 dalam Sartono dan Prasetyanta, 2005). Lee  dan  Finerty  (1990)  dalam  Adriani  (2011)  mengartikan  kebijakan dividen  sebagai  suatu  keputusan  perusahaan  dalam  menentukan  apakah  akan membagikan  earnings  yang  dihasilkan  kepada  pemegang  saham  atau  untuk kegiatan  reinvestasi  perusahaan.  Keputusan  dividen  menyangkut  keputusan tentang penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham.
Dividen yang dibagikan dapat berupa dividen tunai (cash dividend) atau dividen dalam bentuk saham  (stock  dividen). Dividen tunai umumnya  dibagikan  secara  reguler,  baik triwulanan,  semesteran  atau  tahunan.  Di sisi  lain,  stock  dividend dapat mengakibatkan  jumlah  lembar  saham  bertambah  dan  umumnya  akan menurunkan harga per lembar saham (Purnamasari dkk, 2009).
5.                  Struktur kepemilikan
Struktur kepemilikan di perusahaan dapat dibedakan menjadi kepemilikan orang luar (outsider ownership) dan kepeillllikan orang dalam (insider ownership) atau kepemilikan manajerial (managerial ownership).Istilah struktur kepemilikan digunakan untuk menunjukkan bahwa variabel-variabel yang penting dalam struktur modal tidak hanya ditentukan olehjumlah utang dan ekuitas, tetapi juga oleh prosentase kepemilikan oleh manajer dan institusional (Jensen dan Meckling, dalam Masdupi, 2005). Kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional dapat mempengaruhi keputusan pencarian dana apakah melalui utang atau right issue (Wahidahwati, 2002). Pemilihan altematif ini akan mempengaruhi rasio utang terhadap ekuitas yang juga berasosiasi dengan risiko yang akan dihadapi oleh perusahaan.
Kepemilikan manajerial (managerial ownership) adalah suatu kondisi di mana manajer mengambil bagian dalam struktur modal perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut berperan ganda sebagai manajer sekaligus pemegang saham di perusahaan. Dalam laporan keuangan, keadaan ini dipresentasikan oleh besarnya persentase kepemilikan oleh manajer. Karena cukup esensialnya informasi mengenai hal ini, catatan atas laporan keuangan harus menyertakan informasi ini.
Peningkatan kepemilikan oleh rnanajer bermanfaat untuk meningkatkan keselarasan kepentingan (goal congruence) di antara manajer dengan pemegang saham.Semakin besar tingkat kepemilikan manajerial suatu perusahaan, maka semakin tinggi pula tingkat keselarasan (alignment) dan kemampuan control terhadap kepentingan antara manajer dengan pemegang saham (Jensen dan Meckling, dalam Wahidahwati, 2002). Penelitian mereka juga menemukan bahwa kepentingan manajer dengan kepentingan pemegang saham eksternal dapat disatukan jika kepemilikan saham oleh manajer diperbesar sehingga manajer tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang merugikan perusahaan secara keseluruhan, misalnya melakukan manipulasi laba. Dengan kata lain, kepemilikan manajerial merupakan salah satu mekanisme yang dapat membatasi perilaku oportunistik manajer.
Perusahaan dengan kepemilikan manajerial berbeda dengan perusahaan yang tanpa kepemilikan manajerial.Perbedaannya terletak pada kualitas pengambilan keputusan oleh manajer serta aktivitas manajer dalam operasi perusahaan. Dalam perusahaan dengan kepemilikan manajerial, manajer yang sekaligus bertindak sebagai pemegang saham tentu akan menyelaraskan kepentingannya dengan kepentingan perusahaan. Setiap keputusan yang diambilnya akan berpengaruh pada kinerja perusahaan dan juga memberikan konsekuensi, baik positifmaupun negatif, bagi dirinya. Peran ganda yang dijalanankan oleh manajer yang memiliki saham perusahaan di sisi lain juga memiliki sifat negatif. Salah satunya adalah peranan seperti ini dapat mengganggu manajer ketika bekerja karena menimbulkan keinginan untuk mempertahankan kedudukannya dalam perusahaan. Keputusannya akan merefleksikan keputusan yang sesuai dengan kepentingannya, termasuk untuk mempertahankan kedudukan mereka di perusahaan. Pemberian insentif yang sesuai kepada manajer perlu untuk diperhatikan agar tidak terjadi keputusan yang berdasarkan subjektivitas semata. Kepemilikan institusional mempakan proporsi saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga, seperti bank, perusahaan asuransi, perusahaan investasi, atau institusi lain.
Kepemilikan institusional berperan sebagai monitoring agent yang melakukan pengawasan optimal terhadap perilaku manajemen di dalam menjalankan perannya mengelola perusahaan. Menurut Moh'd dkk dalam Masdupi (2005), bentuk distribusi saham (shareholder dispersion) antara pemegang saham dari luar (outside shareholder) yaitu investor institusional dapat mengurangi agency cost karena kepemilikan mewakili suatu sumber kekuasaan (source of power) yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen, maka konsentrasi atau penyebaran kekuasaan menjadi suatu hal yang relevan.
Bushee dalam Handayani (2007) menyatakan bahwa investor institusional merupakan sophisticated investor yang tidak mudah dibohongi oleh tindakan manajer. Berbeda dengan kepemilikan individual, kepemilikan institusional memiliki prosentase kepemilikan yang lebih besar sehingga lebih intensif mempengaruhi manajemen dengan kekuatannya tersebut.Dengan adanya kepemilikan oleh institutional investor, diharapkan keputusan atau kebijakan manajemen dapat lebih meningkatkan kinerja perusahaan, sekaligus meningkatkan kemakmuran pemegang saham.
G.                Teori
Berdasarkan uraian definisi variabel diatas, maka teori-teori yang dapat digunakan dalam penelitian ini diantaranya, yaitu :
1.      Signaling theory
Menurut  Brigham  dan  Houston  (2001)  isyarat  atau  signal  adalah  suatu tindakan yang diambil perusahaan untuk memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana  manajemen  memandang  prospek  perusahaan.  Sinyal  ini  berupa informasi  mengenai  apa  yang  sudah  dilakukan  oleh  manajemen  untuk merealisasikan  keinginan  pemilik.  Sinyal  dapat  berupa  informasi  yang menyatakan  bahwa  perusahaan  tersebut  lebih  baik  daripada  perusahaan   lain (Ratna  dan  Zuhrotun,  2006).  Informasi  yang  dikeluarkan  oleh  perusahaan merupakan  hal  yang  penting,  karena  pengaruhnya  terhadap  keputusan   investasi pihak  diluar  perusahaan.  Informasi  tersebut  penting  bagi   investor  dan   pelaku bisnis  karena  informasi  pada  hakekatnya  menyajikan  keterangan,  catatan  atau gambaran,  baik  untuk  keadaan   masa  lalu,  saat  ini  maupun   masa  yang  akan datang  bagi  kelangsungan  hidup  perusahaan  dan  bagaimana  efeknya  pada perusahaan. Integritas  informasi  laporan  keuangan  yang  mencerminkan  nilai perusahaan  merupakan   sinyal  positif  yang  dapat  mempengaruhi  opini  investor dan  kreditor  atau  pihak-pihak  lain  yang  berkepentingan. 
Laporan  keuangan seharusnya memberikan informasi yang berguna bagi investor dan kreditor untuk membuat keputusan investasi, kredit dan keputusan sejenis. Signalling  theory  menyatakan  pengeluaran  investasi  memberikan  sinyal positif  tentang  pertumbuhan  perusahaan  dimasa  yang  akan  datang,  sehingga meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan (Hasnawati, 2005). Peningkatan  utang  diartikan  oleh  pihak  luar  sebagai  kemampuan  perusahaan untuk  membayar  kewajiban  di  masa  yang  akan  datang  atau  adanya  risiko  bisnis yang rendah, hal tersebut akan direspon secara positif oleh pasar (Brigham, 1999).
Penggunaan  dividen  sebagai  isyarat  berupa  pengumuman  yang menyatakan bahwa suatu perusahaan telah memutuskan untuk menaikkan dividen per  lembar  saham  mungkin  diartikan  oleh  penanam  modal  sebagai  sinyal yang baik, karena dividen per saham yang lebih tinggi menujukkan bahwa perusahaan yakin  arus  kas  masa  mendatang  akan  cukup  besar  untuk  menanggung  tingkat dividen yang tinggi (Weston dan Copeland, 1995).

2.      Trade Off model
Model  trade-off  mengasumsikan  bahwa  struktur  modal  perusahaan merupakan  hasil  trade-off  dari  keuntungan  pajak  dengan  menggunakan  hutang dengan  biaya  yang  akan  timbul  sebagai  akibat  dari  penggunaan  hutang  tersebut (Hartono, 2003).  Esensi  trade-off  theory  dalam  struktur  modal  adalah menyeimbangkan  manfaat  dan  pengorbanan  yang  timbul  sebagai  akibat penggunaan  hutang.Sejauh  manfaat  lebih  besar,  tambahan  hutang  masih diperkenankan.Apabila  pengorbanan  karena  penggunaan  hutang  sudah  lebih besar,  maka  tambahan  hutang  sudah  tidak  diperbolehkan.Trade-off  theory  telah mempertimbangkan  berbagai  faktor  seperti  corporate  tax,  biaya  kebangkrutan, dan  personal  tax  dalam  menjelaskan  mengapa  suatu  perusahaan  memilih  suatu struktur modal tertentu (Suad Husnan, 2000). Kesimpulannya adalah penggunaan hutang  akan  meningkatkan  nilai  perusahaan  tetapi  hanya  pada  sampai  titik tertentu.  Setelah  titik  tersebut,  penggunaan  hutang  justru  menurunkan  nilai perusahaan (Hartono, 2003). Walaupun  model  ini  tidak  dapat  menentukan  secara tepat  struktur  modal yang optimal, namun model tersebut memberikan kontribusi penting yaitu:
a. Perusahaan  yang memiliki aktiva yang tinggi, sebaiknya menggunakan sedikit hutang
b. Perusahaan  yang  membayar  pajak  tinggi  sebaiknya  lebih  banyak menggunakan hutang dibandingkan dengan perusahaan yang membayar pajak rendah.
3.                  Pecking order theory
Pecking order theory adalah salah satu teori yang mendasari keputusan pendanaan perusahaan. Myers (1984) dalam Husnan (1996) mengemukakan argumentasi mengenai adanya kecenderungan suatu perusahaan untuk menentukan pemilihan sumber pendanaan yang berdasarkan pada pecking order theory.
Myers (1984) berpendapat bahwa keputusan pendanaan berdasarkan pecking order theory yang dikemukakan pada tahun 1961 mengikuti urutan pendanaan sebagai berikut:
a.              Perusahaan lebih menyukai pendanaan dari sumber internal.
b.             Perusahaan menyesuaikan target pembayaran dividen terhadap peluang investasi.
c.               Bila dana eksternal dibutuhkan, perusahaan akan memilih sumber dana dari utang karena dipandang lebih aman dari penerbitan ekuitas baru sebagai  pilihan terakhir sebagai sumber untuk memenuhi kebutuhan investasi.
Pecking order theory adalah salah satu teori yang mendasarkan pada asimetri informasi. Asimetri informasi akan mempengaruhi struktur modal perusahaan dengan cara membatasi akses pada sumber pendanaan dari luar. Myers dan Majluf (1984) dalam Husnan (1996) menunjukkan bahwa dengan adanya asimetri informasi, investor biasanya akan menginterprestasikan sebagai berita buruk apabila perusahaan mendanai investasinya dengan menerbitkan ekuitas. 
Investor beranggapan bahwa penerbitan ekuitas baru dilakukan oleh para manajer apabila saham perusahaan dinilai lebih tinggi. Baskin (1989) dan Myers (1984) dalam Husnan (1996) mengemukakan bahwa pemberitahuan penerbitan ekuitas-ekuitas baru menyebabkan nilai perusahaan yang tercermin dalam harga saham turun.
Perilaku pecking order selain dipengaruhi oleh adanya asimetri informasi juga cenderung didorong  dengan adanya pajak dan biaya transaksi. Ada beberapa alasan yang menyebabkan biaya langsung dari retained earning akan lebih kecil dari penerbitan ekuitas baru. Alasan pertama adalah terdapatnya penghematan yang cukup besar dalam banker fees. Alasan yang kedua adalah perusahaan dapat menekan dividen yang dapat dikenakan pajak pada saat ini dengan membatasi penerbitan sekuritas. Dalam hal ini, dengan menetapkan jumlah utang dan investasi tetap konstan, kenaikan dalam penerbitan ekuitas akan selalu mengarahkan pada dividen yang lebih besar. Dividen yang lebih besar selanjutnya akan menambah beban pajak pribadi. Oleh karena itu akan cukup beralasan apabila perusahaan berusaha untuk menekan penerbitan ekuitas baru. Disamping itu, menurut Bringham (1999), biaya pada umumnya lebih kecil jika perusahaan menerbitkan utang dibandingkan menerbitkan saham baru. Perusahaan dalam menerbitkan sekuritas eksternal akan lebih memilih utang dibandingkan saham untuk mengurangi berbagai biaya yang timbul dari pemilihan antara utang dan saham. Bringham (1999).
Dalam kaitannya dengan nilai perusahaan, pecking order theory telah memberikan gambaran bahwa penggunaan utang akan memberikan manfaat sekaligus biaya dan risiko sebagaimana dinyatakan oleh Bringham (1999) yang mengemukakan bahwa penggunaan utang yang berbeban bunga memiliki keuntungan dan kerugian bagi perusahaan. Sehingga penggunaan utang yang optimal dan dipertimbangkan terhadap karakteristik spesifik perusahaan (asset, pangsa pasar dan kemampulabaan) akan menghindarkan perusahaan dari risiko gagal pemenuhan kewajiban sehingga perusahaan terhindar dari penurunan kepercayaan investor yang berimplikasi pada menurunnya nilai perusahaan.
4.                  Bird in the hand theory
Teori dari Lintner (1962), Gordon (1963), dan Bhattacharya (1979) menjelaskan bahwa investor menyukai pendapatan dividen yang tinggi karena pendapatan dividen yang diterima seperti burung ditangan (bird in the hand) yang mempunyai nilai yang lebih tinggi dan risiko yang kecil daripada pendapatan modal (bird in the bush) karena dividen lebih pasti dari pendapatan modal. Teori ini juga berpendapat bahwa investor meyukai dividen karena kas ditangan lebih bernilai daripada kekayaan dalam bentuk lain. Konsekuensinya harga saham perusahaan akan sangat ditentukan oleh besarnya dividen yang dibagikan. Peningkatan dividen akan meningkatkan harga saham yang akan berdampak pula pada nilai perusahaan.
5.                  Teori Agensi
Agency Theoryatau Teori keagenan menjelaskan tentang pemisahan antara fungsi pengelolaan (oleh manajer) dengan fungsi kepemilikan (oleh pemegang saham) dalam suatu perusahaan. Hubungan agensi ini muncul ketika satu atau lebih orang mempekerjakan orang lain untuk memberikan jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambil keputusan kepada agen tersebut. Tujuan dari manajer dan pemegang saham sama, yaitu meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemegang saham. Tetapi, seringkali manajer tidak selalu bertindak demi kepentingan pemegang saham atau melakukan tindakan yang bertentangan dengan keinginan pemegang saham sehingga terjadi konflik antara manajer perusahaan dengan pemegang sahamnya.

H.                Hubungan Antar Variabel dan Penurunan Hipotesis
Berdasarkan uraian teori diatas, maka hubungan antar variabel serta penurunan hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1.        Pengaruh  keputusan investasi terhadap nilai perusahaan
Fama  (1978)  menyatakan  bahwa  nilai  perusahaan  semata-semata ditentukan  oleh  keputusan  investasi. Pendapat  ini  menyatakan  bahwa  keputusan investasi ini penting, karena untuk mencapai tujuan perusahaan hanya dihasilkan melalui  kegiatan  perusahaan.  Myers  (1977)   memperkenalkan  IOS  pada  studi yang dilakukan dalam hubungannya dengan keputusan investasi. IOS memberikan petunjuk  yang  lebih  luas  dengan  nilai  perusahaan  tergantung  pada  pengeluaran perusahaan dimasa yang akan datang, sehingga prospek perusahaan dapat ditaksir dari Investment Opportunity Set (IOS). Hasnawati  (2005)  menemukan  bahwa  keputusan  investasi  berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan sebesar 12,25% sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Dengan kata lain apabila kegiatan investasi bertambah atau meningkat maka nilai perusahaan akan meningkat. Hasil ini mendukung dan konsisten dengan pendapat yang dikemukakan Fama (1978). Efek langsung keputusan investasi terhadap nilai perusahaan merupakan hasil yang diperoleh dari kegiatan investasi itu sendiri melalui pemilihan proyek atau kebijakan lainnya seperti menciptakan produk baru, penggantian mesin yang lebih efisien, pengembangan research & development, dan merger dengan perusahaan lain (Myers, 1976).
H1:  Keputusan investasi berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
2.        Pengaruh keputusan pendanaan terhadap nilai perusahaan
Menurut Brigham dan Houston (2001), peningkatan hutang diartikan oleh pihak  luar  tentang  kemampuan  perusahaan  untuk  membayar  kewajiban  dimasa yang  akan  datang  atau  adanya  risiko  bisnis  yang  rendah,  hal  tersebut  akan direspon  positif  oleh  pasar.  Terdapat  dua  teori  mengenai  keputusan  pendanaan. Pandangan  tersebut   diwakili  oleh  Pecking  Order  Theory  dan  Tradeoff  Theory. Pecking  Order  Theory  menetapkan  suatu  urutan  keputusan  pendanaan  dimana manajer pertama kali akan memilih untuk menggunakan laba ditahan, hutang dan penerbitan  saham  sebagai  pilihan  terakhir  (Mamduh,  2004).  Menurut  Bringham (1999),  perusahaan  lebih  menyukai  menggunakan  hutang  dibandingkan  dengan mengeluarkan saham baru karena biaya yang ditimbulkan dari hutang lebih sedikit dibandingkan dengan biaya yang terjadi bila menerbitkan saham baru. Tradeoff  Theory  menyatakan  bahwa  struktur  modal  yang  optimum  dapat dicapai  apabila  terdapat  manfaat  atas  penggunaan  leverage  atau  utang. Berdasarkan  Tradeoff  Theory,  tingkat  leverage  dipengaruhi  oleh  tingkat pertumbuhan  perusahaan.  Sesuai  dengan  Tradeoff  Theory,  perusahaan  yang memiliki  tingkat  pertumbuhan  tinggi  cenderung  untuk  membiayai  investasinya dengan  mengeluarkan  saham,  karena  harga  sahamnya  relatif  tinggi.  Alasan lainnya adalah karena perusahaan yang  tingkat pertumbuhannya tinggi cenderung menanggung  cost  of  financial  distress  yang  besar,  karena  memiliki  risiko kebangkrutan  yang  tinggi.  Dengan  demikian,  tingkat  pertumbuhan  berhubungan negatif dengan tingkat leverage. Masulis  (1980)  dalam  Wijaya  dan  Bandi  (2010)  melakukan  penelitian dalam   kaitannya  dengan   relevansi  keputusan  pendanaan,  menemukan  bahwa terdapat  kenaikan  abnormal  returns  sehari  sebelum  dan  sesudah  peningkatan proporsi  hutang,  sebaliknya  terdapat  penurunan  abnormal  returns  pada  saat penurunan proporsi hutang. Fama dan French (1998) menemukan bahwa investasi yang dihasilkan dari leverage  memiliki  informasi  positif  tentang  perusahaan  di  masa  yang  akan, selanjutnya  berdampak  positif  pada  nilai  perusahaan. 
H2: Keputusan pendanaan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
3.                  Pengaruh keputusan dividen terhadap nilai perusahaan
Keputusan dividen (dividend policy) merupakan keputusan  seberapa besar laba  yang  diperoleh  perusahaan  pada  akhir  tahun  akan  dibagi  kepada  pemegang saham  sebagai  dividen  kas  atau  disimpan  dalam  bentuk  laba  ditahan  sebagai sumber pendanaan perusahaan (Brigham dan Houston, 2003). Rasio pembayaran dividen  (divident  payout  ratio)  akan  menunjukkan  persentase  laba  perusahaan yang dibagi kepada pemegang saham biasa dalam bentuk dividen kas. Fama  dan  French  (1998)  dalam  menemukan  bahwa  investasi  yang dihasilkan  dari  kebijakan  dividen  memiliki  informasi  yang  positif  tentang perusahaan  dimasa  yang  akan  datang,  selanjutnya  berdampak  positif  terhadap nilai  perusahaan
H3: Keputusan dividen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
4.                  Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Nilai Perusahaan
Istilah struktur kepemilikan digunakan untuk menunjukkan bahwa variabel-variabel yang penting didalam struktur modal tidak hanya ditentukan oleh jumlah utang dan equity tetapi juga oleh prosentase kepemilikan oleh manager dan institusional (Jensen dan Meckling: 1976 dalam H.Pua: 2003), artinya bahwa struktur kepemilikan juga menggambarkan berapa besarnya saham yang dimiliki oleh publik, insider dan outsider ownership.
Menurut agency teory, pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan dapat menimbulkan konflik keagenan. Konflik keagenan ini disebabkan kepentingan yang berbeda antara prinsipal  dan  agen  untuk memaksimalkan utitilasnya masing-masing. Perbedaan kepentingan antara manajemen dan pemegang saham mengakibatkan manajemen berperilaku curang dan tidak etis sehingga merugikan pemegang saham. Oleh karena itu diperlukan suatu mekanisme pengendalian yang dapat mensejajarkan perbedaan kepentingan antara manajemen dengan saham.
Manajer  yang  sekaligus  pemegang  saham  akan  meningkatkan  nilai perusahaan  karena  dengan  meningkatkan  nilai  perusahaan,  maka  nilai kekayaannya  sebagai  pemegang  saham  akan  meningkat  juga.  Penelitian  yang mengkaitkan  kepemilikan  manajemen  dengan  nilai  perusahaan  telah  banyak dilakukan namun dengan hasil yang berbeda-beda pula. Penelitian Taswan dan Soliha (2002) menemukan hubungan yang signifikan dan positif antara kepemilikan manajemen dan nilai perusahaan.  Hasil penelitian Soepriyanto (2004) juga membuktikan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Menurut Jensen dan Meckling (1976) semakin  besar  kepemilikan  saham  oleh  manajemen  maka  semakin kuat kecenderungan  manajemen  untuk  mengoptimalkan  penggunaan  sumber  daya sehingga mengakibatkan kenaikan nilai perusahaan. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H4 : Kepemilikan Manajerial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
5.                  Pengaruh Kepemilikan Intitusional terhadap Nilai Perusahaan
Institusional mempunyai arti penting dalam memonitor manajemen dalam mengelola perusahaan. Investor institusional dapat disubstitusikan untuk melaksanakan fungsi monitoring mendisiplinkan penggunaan debt (utang) dalam struktur modal. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin  efisien  fungsi monitoring terhadap manajemen dalam pemanfaatan  asset perusahaan serta pencegahan  pemborosan  oleh manajemen.
Bukti empiris mengenai pengaruh kepemilikan institusional terhadap nilai perusahaan ditunjukkan dalam penelitian Sujoko dan Soebiantoro (2007) yang membuktikan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Meningkatkan kepemilikan institusional menjadikan fungsi pengawasan akan berjalan secara efektif dan menjadikan manajemen semakin berhati-hati dalam memperoleh dan mengelola pinjaman (utang), karena jumlah utang yang semakin meningkat akan menimbulkan financial distress. Terjadinya financial distress akan mengakibatkan penurunan nilai perusahaan, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H5: Keputusan Intitusional berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan


I.                   Model Penelitian
Optimalisasi  nilai  perusahaan  merupakan  tujuan  utama  dari  perusahaan (Wahyudi  dan  Pamestri,  2006).Nilai  perusahaan  sangat  penting  karena mencerminkan seberapa besar perusahaan tersebut dapat memberikan keuntungan bagi  investor. Untuk  dapat  memaksimalkan  nilai  perusahaan  tersebut  maka manajer  dihadapkan   pada  keputusan  keuangan  yang  meliputi  keputusan investasi, keputusan pendanaan dan keputusan yang menyangkut pembagian laba (Van Horne, 2001). Dari  penjelasan  tersebut,  maka  dapat  dibuat  kaitan  antara  keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan dengan model penelitian sebagai berikut:



 
                                                           








Gb. 1
Model Penelitian

J.                  Metode Penelitian
1.        Obyek/ subyek penelitian
2.                  Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data-data yang telah tersedia, selanjutnya dilakukan proses analisis  dan  interpretasi  terhadap  data-data  tersebut  sesuai  dengan  tujuan penelitian.
3.                  Teknik Pengambilan Sampel
Metode penentuan sampel adalah  purposive sampling dengan kriteria yang ditetapkan, yaitu:
a.       Perusahaan yang termasuk dalam kelompok industri manufaktur yang terdaftar di BEI
b.      Perusahaan manufaktor mempublikasikan laporan keuangan berturut-turut dari tahun 2012-2014.
c.        Perusahaan manufaktur yang selama tahun 2012-2014 yang memiliki dividend payout ratio.
d.      Tersedia laporan keuangan perusahaan secara lengkap selama tahun 2012-2015
e.       Perusahaan memiliki data kepemilikan manajerial dan institusional dari tahun 2012-2014 yang dipublikasikan.
4.                  Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi, metode  ini  dilakukan  dengan  cara  mengumpulkan  literature  yang  memiliki keterkaitan  dengan  penyusunan  penelitian,  dimana  pengumpulan  data  yang dilakukan didapat dari data yang sudah dikumpulkan dan diolah pihak lain.
5.                  Definisi operasional variabel penelitian
a.                   Nilai Perusahaan
Mengacu  pada  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Wijaya  dan Bandi (2010), nilai perusahaan dapat dilihat dari perbandingan antara harga pasar per  lembar  saham  dengan  nilai  buku  perlembar  saham.  Nilai  perusahaan  dalam penelitian  ini dikonfirmasikan melalui Price Book Value  (PBV). PBV mengukur nilai yang diberikan pasar kepada manajemen dan organisasi perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang terus tumbuh. (Brigham dan Houston, 2001).
𝑃𝑟𝑖𝑐𝑒 𝐵𝑜𝑜𝑘 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒 =
b.                  Keputusan Investasi
Keputusan  investasi  didefinisikan  sebagai  kombinasi  antara  aktiva  yang dimiliki  (assets  in  place)  dengan  pilihan  investasi  dimasa  yang  akan  datang dengan  net  present  value  positif.  IOS  tidak  dapat  diobeservasi  secara  langsung, sehingga  dalam  perhitungannya  menggunakan  proksi  (Kallapur  dan  Trombley, 1999). Proksi  IOS  dalam  penelitian  ini  adalah  CPA/BVA  atau  Ratio  Capital Expenditure  to  Book  Value  of  Asset. Menurut  temuan  dari  penelitian  Hasnawati (2005) proksi IOS berbasis investasi menunjukkan tingkat aktivitas yang tinggi.
𝐶𝑃𝐴/𝐵𝑉𝐴      = 
CPA/BVA     = Ratio Capital Expenditure to Book Value of Asset
Pertumbuhan Aktiva  = Total Aktiva Tahun X – Total Aktiva tahun X-1
c.                   Keputusan pendanaan
Keputusan  pendanaan  didefinisikan  sebagai  keputusan  yang  menyangkut komposisi pendanaan yang dipilih oleh perusahaan (Hasnawati, 2005).Keputusan pendanaan  dalam  penelitian  ini  dikonfirmasikan  melalui  Debt  to  Equity  Ratio (DER). Rasio  ini  menunjukkan  perbandingan  antara  pembiayaan  dan  pendanaan melalui hutang dengan pendanaan melalui ekuitas (Brigham dan Houston, 2001).
𝐷𝑒𝑏𝑡 𝑡𝑜 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =
d.                  Keputusan Dividen
Kebijakan dividen adalah keputusan tentang seberapa banyak laba saat ini yang  akan  dibayarkan  sebagai  dividen  daripada  ditahan  untuk  diinvestas ikan kembali  dalam  perusahaan  (Brigham  dan  Houston,  2001).  Kebijakan  dividen dalam  penelitian  ini  dikonfirmasi  dalam  bentuk  Dividend  Payout  Ratio  (DPR). Menurut  Brigham  dan  Houston   (2001),  rasio  pembayaran  dividen  adalah persentase laba dibayarkan kepada para pemegang saham dalam bentuk kas.
𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛 𝑃𝑎𝑦𝑜𝑢𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =
e.                   Kepemilikan manajerial
Kepemilikan Manajerial adalah proporsi seberapa banyak kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen (Gideon 2005).
MOWN: Kepemilikan saham manajemen
                    Total saham beredar
f.                   Kepemilikan Institusional
Kepemilikan Institusional adalah proporsi kepemilikan saham perusahaan oleh institusi atau lembaga lainpada akhir tahun yang diukur dalam presentase saham yang dimiliki oleh investor institusional dalam suatu perusahaan.Kepemilikan institusional dirumuskan dengan sebagai berikut (Madupi 2005).
INST :Kepemilikan saham institusi
            Total saham beredar

6.                  Metode Analisis Data
Metode  analisis  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah  analisis regresi linier berganda. Analisis  regresi linier berganda digunakan  untuk  menguji  pengaruh antara nilai perusahaan dengan variabel bebas (independen). Teknik analisis regresi dipilih untuk digunakan pada penelitian ini karena teknik regresi berganda dapat menyimpulkan secara langsung mengenai pengaruh masing-masing variabel bebas yang digunakan secara parsial ataupun secara bersama-sama.
Persamaan regresinya, yaitu:
NPit = a + β KIit + β KPit+ β KDit + β KMit+ β KInsit +e
Dimana,
NP            =Nilai Perusahaan
KI             = Keputusan Investasi
KP            = Keputusan Pendanaan
KD           = Keputusan Dividen
KM           =Kepemilikan Manajerial
KIns         =Kepemilikan Institusional
I                = Perusahaan
T               = Waktu
a               = konstanta
β               = koefisien
e               = variabel pengganggu

Dari persamaan yang tertera di atas, berikut beberapa langkah yang dilakukan dalam analisis regresi linier berganda:
1)      Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan penjelasan gambaran umum deskripsi mengenai variabel-variabel penelitian untuk mengetahui distribusi frekuensi absolut yang menunjukkan minimal, maksimal, rata-rata (mean), median, dan penyimpangan baku (standar 43 deviasi) dari masing-masing variabel penelitian.
2)      Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.Seperti diketahui bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal.Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Terdapat dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik atau uji statistik (Ghozali, 2006). Apabila menggunakan grafik, normalitas umumnya dideteksi dengan cara melihat tabel histogram. Akan tetapi, jika jumlah sampel yang digunakan dalam penelitiannya kecil dan hanya dideteksi dengan cara melihat tabel histogramnya saja, maka dapat mengakibatkan terjadinya kesalahan penafsiran. Metode yang lebih baik adalah dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Dasar pengambilan dengan menggunakan normal probability plot adalah sebagai berikut (Ghozali, 2006):
a.       Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
b.      Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau garis histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. Uji normalitas dengan grafik dapat mengakibatkan kesalahan penafsiran jika tidak hati-hati secara visual kelihatan normal, padahal secara statistik bisa sebaliknya. Oleh sebab itu, dianjurkan disamping uji grafik dilengkapi dengan uji statistik (Novita, 2010). Uji statistik yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik nonparametik Kolgomorov-Smirnov (K-S). Uji K-S dilakukan dengan membuat hipotesis:
H0 : Data residual berdistribusi normal
HA : Data residual tidak berdistribusi normal
3)      Uji Multikolinieritas
Ghozali(2006), uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas.Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen.Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas di dalam model regresi adalah sebagai berikut:
a.       Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independen banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.
b.      Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0.90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinieritas. multikolinieritas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel independen.
c.       Multikolinieritas dapat juga dilihat dari (1) nilai tolerance dan lawannya, (2) variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel dependen (terikat) dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan VIF yang tinggi (karena VIF = 1/tolerance). Nilai tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10.
4)      Uji Autokorelasi
Menurut Ghozali (2006), uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 atau sebelumnya Ghozali (2006) dalam Hapsari (2012).Jika terjadi korelasi maka dinamakan problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.Metode untuk mendeteksi gejala autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin-Watson (DW test).
Uji Durbin – watson hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lag di antara variabel independen. Kriteria pengambilan kesimpulan dalam uji Durbin Watson (DW) adalah sebagai berikut:
0 < DW < dl           : terjadi autokorelasi
dl≤ DW ≤ du             : tidak dapat disimpulkan
du< DW < 4-du      : tidak ada autokorelasi
4-du ≤ DW ≤ 4-dl   : tidak dapat disimpulkan
4-dl < d < 4             : terjadi autokorelasi

5)      Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas (Ghozali, 2006). Uji Heteroskedastisitas dilakukan dengan cara melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik Scatter Plot antara SRESID dan ZPRED di mana sumbu y adalah y yang telah diprediksi, dan sumbu x adalah residual (y prediksi –y sesungguhnya) yang telah di-studentized. Dasar analisisnya adalah sebagai berikut (Ghozali, 2006):
a.       Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
b.      Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas
6)      Pengujian Hipotesis
a.       Koefisien Determinasi R2
Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.Nilai koefisien determinasi adalah diantara nol sampai satu (Ghozali, 2006).Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas.Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen. Terdapat kelemahan mendasar pada penggunaan koefisien determinasi yaitu koefisien determinasi bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Oleh karena itu banyak peneliti yang menganjurkan untuk menggunakan nilai adjusted R2 dalam menganalisis model regresi (Miladia, 2010). Nilai adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model. Dalam kenyataan nilai adjusted R2 dapat bernilai negatif, walaupun yang dikehendaki harus bernilai positif. Menurut Ghozali (2006) jika dalam uji empiris didapatkan nilai adjusted R2 negatif, maka nilai adjusted R2 dianggap bernilai nol.
b.      Uji Signifikansi F
Ghozali (2002), uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat (dependen).
Tahap-tahap pengujian statistik F yakni :
(1)   Hipotesis nol (H0) yang hendak diuji adalah apakah semua parameter dalam model sama dengan nol, atau :
H0 : b1 =b2 = ……. = bk = 0
Artinya, apakah suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.
(2)   Hipotes alternatifnya (HA) tidak semua parameter secara simultan sama dengan nol, atau : HA : b1 ≠ b2 ≠ …….bk ≠ 0
Artinya, semua variabel independen secara simultan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.
(3)   Menentukan α = 0.05 atau 5%
(4)   Kesimpulan
(a)       P Value < 0.05, maka H0 ditolak atau variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.
(b)       P value > 0.05, maka H0 diterima atau variabel independen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.
c.       Uji Regresi Parsial (Uji t)
Ghozali (2011), uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas (independen) secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen.
Tahap-tahap pengujian uji t yakni :
1)      Hipotesis nol (H0) yang hendak diuji adalah apakah suatu parameter (bi) sama dengan nol, atau : H0 : bi = 0
Artinya, apakah suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.
2)      Hipotesis alternatifnya (HA) parameter suatu variabel tidak sama dengan nol, atau : HA : bi ≠ 0
Artinya, variabel tersebut merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel independen.
3)      Menentukan α = 0.05 atau 5%
4)      Kesimpulan :
a)      Jika P value < 0.05, maka H0 ditolak atau variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.
b)      Jika P value ≥ 0.05, maka H0 diterima atau variabel independen  tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.
Dalam penelitian ini, Uji T dilakukan untuk menganalisis H1 hingga H5 secara parsial.



























DAFTAR PUSTAKA

Adam, T. & Goyal, V.K. 2008. The Investment Opportunity Set and Its Proxy
Variables.  The Journal of Financial Research, 11(1): 41-63.

Akhtaruddin, M. & Hossain, M. 2008. Investment Opportunity Set, Ownership
Control, and VoluntaryDisclosures in Malaysia.  JOAAG, 3(2): 25-39.

Bernadi, K.J. 2007. Analisis Pengaruh Cash Flow danKebijakan Pecking Order
terhadap Leverage danInvestasi serta Dampaknya terhadap Nilai
Perusahaan (Studi pada Perusahaan-PerusahaanSektor Manufaktur).
Disertasi (Tidak Dipublikasikan). Program Pascasarjana Universitas
Brawijaya.

Brigham, E.F & Houston,J.F. 2004. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Edisi
Kesepuluh Buku 1. Jakarta:Salemba Empat.

Efni, Y. 2011. Pengaruh Keputusan Pendanaan,Keputusan Investasi, dan
Kebijakan Dividen terhadap Nilai Perusahaan yang Dimediasi oleh Risiko
(Studi pada Sektor Properti dan Real Estatedi Bursa Efek Indonesia). Ringkasan Disertasi (TidakDipublikasikan). Universitas Brawijaya Malang.

Fama, E.F. 1978. The Effects of a Firm’s Investment andFinancing Decisions on
the Welfare of Its SecurityHolders.  The Modern Theory of Corporate
Finance,68(3): 22-38.

Fama, E.F. & French, K.R. 1998. Taxes, Financing Decisions, and Firm Value.
The Journal of Finance, 53(3):819-843.

Gitman, L. J.  2003.  Principles of Managerial Finance. 10thEdition. USA:
Addison Wesley.

Hanafi, M.M. 2005.  Manajemen Keuangan. Edisi 2004/2005. Yogyakarta: BPFE.


Hasnawati, S. 2005a. Implikasi Keputusan Investasi,Pendanaan, dan Dividen
terhadap Nilai Perusahaan Publik di Bursa Efek Jakarta.  UsahawanIndonesia, 34(9): 33-41.

Hasnawati, S. 2005b. Dampak Set Peluang Investasiterhadap Nilai Perusahaan
Publik di Bursa EfekJakarta.  Jurnal AAI,  9(2): 117-126.



Hidayat, R. 2010. Keputusan Investasi dan  FinancialContraints: Studi Empiris
pada Bursa Efek Indonesia.  Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan,
457-479.

Hossain, M., Ahmed, K. & Godfrey, J.M. 2005. Investment Opportunity Set and
Voluntary Disclosure of Prospective Information: A Simultaneous
EquationApproach.  Journal of Business Finance & Accounting, 32(5) &
(6): 871-907.

Kallapur, S. & Trombley, M.A. 1999. The Association Between Investment
Opportunity Set Proxies andRealized Growth. Journal of Business Finance
& Accounting, 26(3/4):505-519.

Lintner, J. 1962. Dividends, Earnings, Leverage, StockPrices, and the Supply of
Capital to Corporations.Review of Economics and Statistics,  44 (3): 243-
269.

MacKay, P. 2003. Real Flexibility and Financial Structure: An Empirical
 Analysis.  The Review of Financial Studies, 16(4): 1131-1165.

Miller, M.H. & Modigliani, F. 1961. Dividend Policy,Growth, and Valuation of
 Shares,  Journal of Business, 34(4): 411-413.

Modigliani, F. & Miller, M.H. 1958. The Cost of Capital,Corporation Finance,
and the Theory of Investment.  The American Economic Review, 48(3):
 261-297.

Nopratiwi, A. M. V. 2004. Analisis Korelasi Investment Opportunity Set
Terhadap Return         Saham (PadaSaat Pelaporan Keuangan Perusahaan). 
Tesis (Tidak Dipublikasikan).Pasca Sarjana UniversitasGajah Mada Yogyakarta.

Pandya, A.M. & Rao, N.V. 1998. Diversification and FirmPerformance an
Empirical Valuation. Journal ofFinancial and Strategic Decision,  11(2):
67-81.

Smith, Jr. C. W & Watts, R. L. 1992. The Investment Opportunity Set and
Corporate Financing, Dividendand Compensation Policies.  Journal of
FinancialEconomics, 32(3): 263-292.

Suharli, M. 2007. Pengaruh Profitability dan InvestmentOpportunity Set terhadap
Kebijakan DividenTunai dengan Likuiditas sebagai VariabelPenguat           (Studi pada Perusahaan yang Terdaftardi Bursa Efek Jakarta Periode 2002-
2003).  Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 9(1): 9-17.

Sujoko. 2007. Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham,Strategi Diversifikasi,
Leverage, Faktor Intern danFaktor Ekstern terhadap Nilai Perusahaan. Ringkasan
Disertasi (Tidak Dipublikasikan). ProgramDoktor Ilmu Manajemen
Universitas BrawijayaMalang.

Umrie, H.S.R., Yuliani, & Cahyadi, A. 2011. AnalisisKebijakan Dividen dan
Kebijakan Hutang terhadap Nilai Perusahaan Go Publik di Indonesia.
Jurnal Manajemen & Bisnis Universitas Sriwijaya,19(17): 13-32.

Wasnieski, K. 2008. Corporate Risk and ShareholderValue.
http://www.researchgate.net/publication/228230299_Corporate_Risk_and  _Shareholder Value_-_Research_Report. (Diakses29 Maret 2013).

Yoon, P.S. & Starks, L.T. 1995. Signaling, Investment Opportunities, and
Dividend Announcements.The Review of Financial Studies, 8(4): 995-
1018.

Yuliani. 2011. Leverage, Size and Age Mediating Business Diversified to
Financial Performance: Empirical Studies of Secondary Sectors in
Indonesian Stock Exchange. Proceeding The 2nd InternationalConference
Indonesian Management Scientists Association:  195-212.

Yuliani. 2013. Aktivitas Operasional Bank danImplikasinya terhadap Kinerja
Keuangan dengan Faktor Risiko sebagai Pemediasi (Studi padaSektor
Perbankan Go Public di Bursa EfekIndonesia).  Makalah Call for Paper.  Asosiasi Ilmuwan Manajemen Indonesia. Kendari, Sulawesi Tenggara. 21-22 Juni 2013.

http://lalanurmala-lalanurmala.blogspot.com/2013/05/tiga-keputusan-utama-dalam-manajemen.